Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 25 November 2014

bakteri asam laktat



ABSTRAK
Peneliti mempelajari efek dari bakteri asam laktat, Pediococcus acidilactici (jenis MA 18/5M, CNCM), sebagai probiotik diet pada kinerja pertumbuhan dan beberapa aspek gizi dan mikrobiologis dari udang L. Stylirostris. Penelitian ini dilakukan lebih dari 10 minggu, dengan menggunakan keramba jaring apung dari 14 set m2  masing–masing di tambak pada sebuah budidaya di Kaledonia Baru yang dipengaruhi oleh “ Sindrom Musim Panas”, sebuah septikemia yang disebabkan oleh V. Nigripulchritudo. Rancangan percobaan, probiotik dicampur pakan pelet terhadap replikasi kontril di dua tambak. Mortalitas tinggi, karakteristik  sindrom musim panas, yang diamati selama 2 minggu pertama penelitian. Produksi probiotik ditingkatkan pada keramba perlakuan dari kedua tambak dengan peningkatan tingkat kelangsungan hidup (masing-masing 7% dan 15%) dan biomassa akhir (masing-masing 8% dan 12%). Tidak ada perbedaan antara perlakuan pada kinerja pertumbuhan, tetapi FCR lebih rendah  diperoleh pada perlakuan pemberian probiotik. Setelah 5 minggu pemeliharaan, Hepatosomatic Indeks dan berat kering disesuaikan secara signifikan meningkat sebesar masing-masing 10% dan 9% pada udang yang diberi probiotik. Sementara itu, kegiatan spesifik dari α amilase dan tripsin dalam kelenjar pencernaan menunjukan dampak yang signifikan dari perlakuan probiotik dengan peningkatan masing-masing sebesar 35% dan 55%. Kenaikan total aktivitas tripsin pemberian pakan pagi dan juga ditingkatkan perlakuan probiotik (P<0,001).
Kosentrasi tertinggi dari probiotik (antara 104-105 CFU g-1 dari usus segar) dalam usus udang diperoleh 2 jam setelah pemberian pakan. Kosentrasi tetap tinggi selama 4 jam setelah pemberian pakan sebelum penurunan sampai jam pemberian pakan berikutnya. Jumlah bakteri pada marine agar dan TCBS dalam usus secara signifikan mengalami penurunan pada perlakuan probiotik selama 10 minggu penelitian. Selain itu, selama 2 minggu pertama dan prevalensi beban jenis V. Nigripulchritudo di haemolymp lebih rendah pada hewan diberi pakan dengan diet probiotik.
Penelitian ini menunjukan, pada kondisi tambak, bahwa memberi pakan udang yang mengandung bakteri asam laktat dapat menjadi perlakuan yang efektif untuk meningkatkan budidaya udang dipengaruhi oleh vibriosis.  

1.             Pendahuluan
Vibriosis saat ini merupakan salah satu penyakit utama yang mempengaruhi
budidaya dan wabah yang menyebabkan kegagalan panen di negara  utama penghasil udang (Lightner, 1988; Lin1995). Di Caledonia Baru, pembudidaya udang menghadapi dua penyakit bakteri asal: "Sindrom 93"
(pengertian, gejala klinis, tingkat mortalitas, dan inang) (Le Groumellec et al, 1996.) dan "Summer sindrom" (pengertian, gejala klinis, tingkat mortalitas, dan inang) (Goarant et al, 2006.). Dalam beberapa tahun terakhir, kontrol biologis penyakit dengan metode ramah lingkungan seperti probiotik telah menjadi subjek penting pada investigasi dalam penelitian akuakultur. Beberapa tinjauan (Garriques dan Arevalo, 1995, Gatesoupe, 1999;. Vershuere et al, 2000, Gomez-Gil et al, 2001;. Irianto dan Austin, 2002; Vine et al, 2006.) secara detail menjelaskan berbagai perkembangan yang dibuat dalam penggunaan probiotik dalam budidaya spesies akuatik, termasuk udang. Penggunaan bakteri probiotik kini umumnya diterima oleh pembudidaya udang. Bakteri utama yang direkomendasikan dalam pemeliharaan udang adalah probiotik jenis Bacillus spp. (Moriarty, 1998; Ziaei-Nejad et al, 2006.) seperti Bacillus subtilis (manfaat dan mekanisme untuk memberikan manfaatnya) (Vaseeharan dan Ramasamy, 2003, Moriarty, 1999) atau bakteri jenis Gram-negatif  (jenis bakteri yang biasa digunakan) (Garriques dan Arevalo, 1995; Alavandi et al, 2004;. Vijayan et al, 2006.). Namun, saat ini peraturan mewajibkan untuk mendapatkan otorisasi untuk aplikasi zootechnical dari mikro-organisme hidup, penggunaan bakteri yang telah diidentifikasi akan cenderung semakin diperluas untuk budidaya (Gatesoupe,
2002b). Karena bakteri asam laktat (BAL) merupakan probiotik yang sering digunakan dalam nutrisi hewan darat, penggunaannya sebagai probiotik telah diusulkan untuk spesies akuatik (Gatesoupe,1991, 2002a: Ringo dan Gatesoupe, 1998).
 BAL berpotensi memiliki  beberapa keuntungan diantaranya: dapat merangsang pertumbuhan mikro-organisme, menyingkirkan bakteri berbahaya dan memperkuat pertahanan bagi organisme alami (Vandenbergh,1993, Villamil et al, 2002).. Penelitian menunjukkan efek pada spesies akuatik umumnya dari jenis Lactobacillus acidophilus, L. sporogenes, L. rhamnosus, L. plantarum., Carnobacterium divergens sp, Lactococcus lactis. dan Pediococcus acidilactici (Strom dan Ringo, 1993; Gatesoupe, 1991, 2002a; Gatesoupe et al, 1989;. Gildberg et al, 1995, 1997.; Nikoskelainen et al, 2001;. Planas et al, 2004). Namun, hanya beberapa laporan tentang penggunaan bakteri tersebut pada udang telah didokumentasikan (Uma et al, 1999;. Venkat et al, 2004).
Informasi yang tersedia pada probiotik P. acidilactici MA 18/5M (Bactocell ®) menyediakan keamanan meyakinkan back-up (“Generally Recognized as Safe” (GRAS) and “Qualified Presumption of Safety” (QPS) status) dan bukti efektivitas bakteri sejak digunakan telah disahkan oleh komite Eropa untuk beberapa spesies darat (E1712 untuk ayam broiler dan E1712 untuk penggemukan babi). Selain itu, evaluasi efek pertama pada spesies Litopenaeus stylirostris dikembangkan di Kaledonia Baru yang mempunyai hasil menjanjikan yang ditunjukkan dalam hal pertumbuhan dan kelangsungan hidup Udang yang terinfeksi Syndrome 93 (Chim et al, 2005;.. Castex et al, 2006).
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi jenis probiotik P. Acidilactici MA 18/ 5M pada skala pilot, menggunakan keramba jaring apung sebagai alat asli untuk keperluan eksperimental. Investigasi kami berfokus pada hasil zootechnical, status nutrisi dan usus mikroflora dari udang biru, L. stylirostris, dipelihara di 20 keramba jaring apung ditancapkan di dua tambak yang saat ini dipengaruhi oleh sindrom musim panas.
Gambar 1

Gambar 1. Temperatur air rata-rata di tambak A dan B selama periode experiment. Batas atas dan bawah dari preferendum L. stylirostris termal  ditunjukkan dalam garis media abu-abu.

2.             Bahan dan Metode
2.1.       Situs budidaya, periode penelitian dan suhu
Penelitian ini dilakukan di dua tambak dari 10 ha (tambak A dan tambak
B) dari akuakultur semi-intensif terletak di Bourake, Kaledonia Baru (21 ° 55 'Selatan; 165 ° 57 'Timur) yang dipengaruhi oleh sindrom musim panas sejak tahun 1997. Penelitian ini dilaksanakan selama 10 minggu pada tahun 2006, dari April hingga Juni, pada periode ini biasanya wabah penyakit terjangkit.
Suhu air selama penelitian (Gambar 1) adalah dalam termal
preferendum pada L. stylirostris (Wabete, 2005) kecuali untuk 2 minggu pertama ketika suhu naik di atas batas atas dari preferendum ini.

2.2.       Pemeliharaan udang
2.2.1. Pemeliharaan di tambak
Udang yang digunakan dalam penelitian ini adalah pregrown pertama di dua tambak: pada tanggal 21 Februari, tambak A dan B dari budidaya ditebar dengan kepadatan masing-masing 17 dan 18 post larva (PL) m-2 udang yang berasal dari batch hatchery yang sama. Udang-udang yang dipelihara sesuai dengan standar semi intensive dari praktek budidaya di Kaledonia Baru sampai udang mencapai ukuran yang diinginkan.
Udang diberi pakan dua kali sehari dengan pakan komersial. Pakan yang diberikan disesuaikan oleh staf teknisi budidaya sesuai dengan hasil berat badan yang diperkirakan mingguan , tingkat kelangsungan hidup dan jumlah pakan yang tersisa di ancho setelah 2 jam.

2.2.2.      Pembenihan dan pemeliharaan di keramba jaring apung
Dua puluh keramba jaring apung dari 14 m2 permukaan jaring atau 4 m3 masing-masing yang digunakan telah dijelaskan dalam penelitian sebelumnya (Chim et al.,  2007). Tiga puluh enam dan tiga puluh tujuh hari setelah penebaran di tambak, udang yang dipelihara di keramba diambil dari tambak yang sama, berjumlah 400 ekor dengan kepadatan 29 ekor. Kepadatan ini telah ditentukan berdasarkan skema pengambilan sampel agar tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup akhir (BOUYER, 1997). Kepadatan di keramba lebih tinggi dari tambak, tapi tidak terlalu penting karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk tidak membandingkan kedua sistem tersebut (tambak vs keramba). Bobot awal rata-rata udang adalah 3,4 g  ± 0,57 (SD) untuk tambak A dan 2,7 g ± 0,68 (SD) untuk tambak B.
Udang diberi makan dalam ancho dua kali sehari, jam 8:00 dan jam 3:00
pagi. Tingkat kosumsi pakan disesuaikan untuk setiap keramba sesuai dengan pakan yang tersisa setelah 2 jam.

2.3.       Rancangan  penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak, berdasarkan penelitian sebelumnya (Chim et al, 2007.), dengan dua perlakuan yaitu diet standar vs diet dilengkapi dengan probiotik. Setiap kelompok terdiri dari 5 ulangan: 5 keramba kontrol (keramba C) dan 5 keramba dilengkapi diet probiotik (Keramba P).  Total 20 Keramba jaring apung dapat dilihat pada tabel 1. Unit Eksperimental dan efek diuji secara rinci dalam bagian analisis statistik berikut ,
Pakan yang mengandung probiotik  diberi pada tanggal 5 April (hari 0), 1 minggu setelah udang di tebar ke keramba. Sebelumnya, semua udang telah menerima standar komersial diet sama.
Sampel udang mingguan pada keramba C dan keramba P, tambak A dan tambak B dan setiap sampel hanya diambil sekali dalam penelitian. Setiap sampel terdiri dari 2 kelompok dari 15 udang, kelompok pertama adalah sampel 1 jam sebelum pemberian makan (7:00 am) dan sampel kedua 2 jam setelah pemberian makan (10:00 am). Udang ditangkap dengan jala. Sampel segera ditempatkan di wadah steril masing-masing wadah berisi 5 udang. dikemas dalam pendingin dan dibawa ke laboratorium dalam waktu 30 menit. Pada hari ke-65 dari penelitian (9 minggu) para peneliti melakukan tindak lanjut dengan sampling udang setiap 2 jam (7:00-9:00) dalam satu keramba untuk setiap perlakuan.
Seperti dijelaskan di bawah ini, sampel udang  di keramba digunakan untuk beberapa analisis. Selain itu, 30 sampel udang yang mingguan di setiap tambak, di luar keramba, hanya untuk analisis mikrobiologi di haemolyph tersebut.

2.4.       Pakan udang dan probiotik
Udang di keramba diberi makan dengan pakan komersial yang sama yang digunakan dalam tambak, yang dibeli dari perusahaan Moulins de Saint Vincent (MSV), Caledonia baru.
Persiapan probiotik komersial yang diuji adalah Bactocell ® PA 10 (Lallemand Nutrisi Hewan SA, Blagnac, Prancis) dirumuskan dengan P. acidilactici MA 18/5M (Institut Pasteur, Paris, Perancis). Konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini efektifitas telah ditentukan sebelumnya (Castex et al., 2006). Untuk kelompok perlakuan, 1 g kg-1 dari probiotik (bentuk bubuk) topcoated pada pelet menggunakan 3% minyak ikan sebagai pembawa, memberikan konsentrasi akhir dari 9,7 ± 1,1 106 CFU P. acidilactici per gram dari diet. Konsentrasi probiotik dalam pakan secara sistematis diperiksa setelah pengolahan dengan menghitung jenis  P. acidilactici di piring MRS menggunakan pengenceran serial. Diet kontrol juga dilapisi dengan minyak ikan 3%, sebelum digunakan, periksa agar tidak terkontaminasi oleh jenis probiotik. Kemudian pakan  disimpan 5 liter dalam kotak pada suhu 20°C sampai pakan tersebut digunakan. Periode penyimpanan tidak melebihi 15 hari, untuk menjamin jumlah probiotik yang sama dalam pakan pada seluruh perlakuan, karena kami menetapkan bahwa kosentrasi  P.  Acidilactici dalam pakan udang mulai menurun secara signifikan setelah periode ini (data tidak dipublikasikan).

2.5.       Parameter  Zootechnical
Tingkat kelangsungan hidup akhir dihitung untuk setiap keramba dengan menghitung jumlah udang yang tersisa dan membandingkannya dengan stok awal, termasuk 30 sampel udang per keramba. Hal ini disepakati bahwa statistik sampel kurang dari 10% dari populasi awal tidak mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup (BOUYER, 1997).
Bobot tubuh individu dicatat 10% dari jumlah populasi dan untuk semua udang yang tersisa pada akhir penelitian. Sampel udang  mingguan juga ditimbang. Pada akhirnya, berat bobot akhir, biomassa dan rasio konversi pakan (FCR) dapat ditentukan.
2.6.       Tahap molting
Tahap molting (Drach dan Tchernifovtzeff, 1967) sampel udang  tercatat. Udang Hanya dalam tahap intermoult (C-D0) anggapan untuk status nutrisi dan analisis  mikrobiologi.

2.7.       Status nutrisi
2.7.1. Hepatosomatic indeks dan hepatopankreas disesuaikan berat kering
Hepatopankreas dikenal sebagai organ penyimpanan utama pada udang
(Luvizotto-Santos et al, 2003.), Dan karena itu umumnya diterima sebagai indikator status nutrisi. Sampel udang yang dibedah dan hepatopankreas dipindahkan secara hati-hati dan ditimbang (berat basah). Hepatosomatic indeks (HSI) dihitung secara individual sebagai rasio antara berat basah hepatopankreas dan berat total bobot basah. Sampel kemudian dibekukan pada suhu -80 ° C sebelum langkah pembekuan kering (Alpha 1-2/LD aparatus, Fisher Scientific Bioblock, 48 jam pada suhu -55 ° C) dan kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat kering. Berat kering hepatopankreas, disesuaikan dengan berat basah, dibandingkan antara perlakuan dan digunakan sebagai indeks pelengkap untuk mengevaluasi status nutrisi udang. Hubungan linear antara bobot segar dan bobot kering kelenjar pencernaan (R2 = 90,7, dalam hal ini) memungkinkan hepatopankreas berat kering yang akan dibandingkan dengan berat segar seperti  covariable,menggunakan analisis kovarians (Sokal dan Rohlf, 1995).

2.7.2. Protein dan uji enzim
Selama satu hari tindak lanjut di keramba, sampel hepatopancreas  dibekukan sekaligus dalam nitrogen cair dan disimpan pada suhu -80 ° C sampai uji enzim dilakukan. Hanya Udang di intermoult (tahap C-D0) yang digunakan, karena pencernaan aktivitas enzim ada perubahan pada tahap molting (Fernández et al., 1997). Hepatopankreas ini, sebelumnya ditimbang, kemudian   dihomogenkan secara individual di Tris 10 mM buffer, pH 7,4 dengan suatu ultraturrax dan disentrifugasi selama 10 menit pada 4000 rpm pada suhu 4 ° C. Protein diperkirakan menurut Lowry et al. (1951) dengan BSA standar. Tripsin diuji oleh aktivitas amidase dengan menggunakan benzoil- Arginine-p-nitroanalide (BAPNA) sebagai substrat mengikuti metode Erlanger et al. (1961) dan García-Carreño et al. (1994). Uji dimulai dengan penambahan sampel supernatan dan pelepasan p-nitroanalide adalah diukur pada 410 nm lebih dari 15 menit. Sebuah kontrol positif dari 3 tripsin ml-1 mg (SIGMA) yang digunakan. Unit BAPNA dievaluasi sesuai dengan Haard et al. (1996). Satu unit aktivitas yang dinyatakan sebagai 1 umol dari p-nitroanilide merilis min-1. Aktifitas Amilase α diuji oleh Bernfeld (1955) metode, menggunakan pati terlarut 1% (SIGMA) sebagai substrat dalam buffer fosfat 20 mM, pH 7 dan bereaksi dengan 3,5 asam-dinitrosalisilat. Satu unit aktifitas  enzimatik didefinisikan sebagai 1 mg maltosa dibebaskan dalam 15 menit pada suhu 37 °C. Aktivitas enzim keduanya sebagai total (U / mg organ) dan spesifik (U / mg protein).

2.8.       Analisys Mikrobiologi
2.8.1. Haemolymph
Haemolymph dikumpulkan, setelah udang dicuci  dengan air laut steril,
dari rongga sinus-ventral (darah vena) dengan menggunakan jarum steril 1 ml dan
jarum suntik. Sampel  kemudian disebar pada marine agar (w / v) ditambahkan  gliserol 2% (MAG), di mana koloni V. nigripulchritudo menghasilkan pigmen hitam (Baumann dan Schubert, 1984). Media diinkubasi selama 72 jam sampai 96 jam pada suhu 29 °C. Jumlah koloni V. nigripulchritudo dihitung dan dicatat untuk setiap udang. Kemudian prevalensi ditentukan sebagai persentase terdapat satu koloni V. nigripulchritudo dan beban sebagai jumlah koloni per udang yang terinfeksi. Prevalensi dan beban ditentukan mingguan untuk sampel udang pada keramba P dan keramba C  maupun di tambak.

2.8.2. usus mikrobiota
Udang dibedah menggunakan gunting bedah steril untuk menghilangkan bagian tengah dan belakang-usus (usus) (Dall, 1967). Untuk menghindari kontaminasi eksternal sementara organ dipindahkan, permukaan setiap udang sebelumnya dibersihkan dengan menggunakan etanol 70% (Sakata, 1989).  Usus belakang dari 5 udang dikumpulkan, ditempatkan dalam tabung steril yang mengandung 1 ml air laut steril dan ditimbang sebelum dihomogenisasi.
Penentuan Bakteriologis dibuat menggunakan larutan serial steril  kemudian diikuti oleh plating triplicates pada marine agar (MA), Thiosulfate citrate bile salt agar (TCBS) and De Man, Rogosa and Sharpe agar (MRS) untuk menentukan jumlah masing-masing bakteri laut heterotrofik, Vibrio sp dan P. acidilactici. Setelah inkubasi (24 jam dan 48 jam pada 29 ° C untuk plate MA dan TCBS, dan 48 jam sampai 37 ° C untuk plat MRS) koloni dihitung dan dicatat. Semua hasil disajikan sebagai unit pembentuk koloni per gram saluran pencernaan (CFU g-1).

2.9.       Analisis statistik
Data dianalisis secara statistik dengan paket statistik View Stat (SAS Inc, Cary, NC, USA). Hasil Zootechnical dianalisis sebagai berikut: setiap
keramba dianggap sebagai unit eksperimental dan tambak dan efek treatment dianggap sebagai efek tetap. Normalitas dan homogenitas varians terhadap semua data secara sistematis diperiksa sebelum menerapkan analisis varians satu arah atau analisis varians dua arah untuk FCR dan tingkat pertumbuhan harian
(tambak, treatment dan interaksi udang.
 Interaksi tambak ,  sistematis treatment  diperiksa dan tidak pernah signifikan. Tingkat kelangsungan hidup diukur
menggunakan uji Chi-kuadrat untuk menentukan perbedaan yang signifikan antara perlakuan dengan analisis varians setelah transformasi persentase hidup.
Untuk analisis lainnya (mikrobiologi dan nutrisi), udang atau tambak
dianggap sebagai unit eksperimental. Analisis  ANOVA digunakan untuk membandingkan pengaruh perlakuan. Penghitungan bakteri di transformasi ke log sebelum menggunakan ANOVA. Ketika ANOVA tidak berlaku, perbandingan dibuat menggunakan uji Kruskal-Wallis.
Perbandingan berpasangan juga dicapai dengan menggunakan Fisher Least Protected significant Different (PLSD). secara statistik perbedaan Signifikan antara kelompok eksperimen P<0,05.

3.             Hasil
3.1.       Hasil Zootechnical
Hasil rata-rata untuk zootechnical udang yang dipelihara di tambak hampir sama dengan hasil perikanan sebelumnya. Menurut hasil petani, tingkat kelangsungan hidup diperkirakan  31% untuk kedua tambak.
Tabel 2 merangkum hasil zootechnical udang dipelihara dalam
keramba untuk kedua tambak. Tingkat kelangsungan hidup rata-rata adalah 31,1 ± 3,4% dan 37,8 ± 4,2% untuk Keramba C di tambak A dan di tambak B (P<0.001).
Nilai-nilai yang diperoleh untuk tingkat pertumbuhan dan FCR di keramba sesuai dengan hasil rata-rata pembudidaya di Caledonia Baru (GFA, 2006).  Mortalitas (jumlah udang mati ditemukan setiap hari) sesuai dengan waktu hampir sama untuk udang yang di pelihara dalam keramba dan udang yang dipelihara langsung di tambak dengan peningkatan 1 minggu setelah penelitian (Gambar 6C).
Pemberian probiotik secara signifikan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup (P<0.001) dan FCR (P<0.05) (Tabel 2). Dalam keramba P, kelangsungan hidup lebih tinggi sebesar 7% dan 15% dan FCR rendah sebesar 8% dan 9% dibandingkan dengan keramba C  di setiap tambak A dan  B.
Tidak ada pengaruh yang signifikan pemberian probiotik pada GR (P>0.05),
berat akhir dari udang (P>0.05) atau biomassa akhir (P = 0,09) ditunjukkan  pada salah satu tambak.

3.2.       Pengaruh probiotik terhadap nutrisi
Gambar. 2 menunjukkan evolusi HSI sebelum diberi pakan dari kedua perlakuan (P>0.05) berat bobot udang terlepas dari perlakuan . Dari minggu 5 sampai akhir penelitian , secara signifikan HSI lebih tinggi untuk perlakuan pemberian probiotik (P<0.05). Perbedaan-perbedaan yang diamati ketika nilai rata-rata berat badan lebih tinggi dari 10 g.
Tabel 2. Hasil Zootechnical dan perbedaan significant pada keramba C (kontrol) dana pada keramba P (pemberian probiotik) di tambak A dan B. (± standar deviasi, n = 5; ns, tidak signifikan,n,a tidak berlaku).

Gambar. 2. Hepatosomatic indeks, 1 jam sebelum diberi pakan pagi, dan berat bobot sampel udang pada 4, 5, 7, 8, dan 10 minggu pemeliharaan di keramba jaring apung untuk kontrol dan perlakuan probiotik. Indikasi SD (n = 15). (*) mengindikasikan perbedaan yang signifikan antara perlakuan dihitung dengan pairwise LSD Fisher Tes (* P<0.05; ** P<0.01).
Selain itu, dibandingkan dengan keramba C, berat kering disesuaikan dari
kelenjar pencernaan secara signifikan lebih tinggi (P<0.05) untuk udang dari keramba P dari minggu 8 sampai akhir penelitian (Tabel 3.).
Gambar. 3 menampilkan aktivitas total dan  spesifik untuk trypsin (Gambar 3A dan B) dan α amylase (Gambar 3C dan D) di dalam kelenjar pencernaan. Dalam perlakuan kontrol, aktivitas total dan spesifik dari kedua enzim  menunjukkan kecenderungan pada hari yang sama. pukul 10:00 pagi (2 jam setelah pemberian pakan pertama) meningkat  signifikan pada aktivitas trypsin (total P<0.001, spesifik P<0.05) dan aktivitas amilase (total P<0.001, spesifik P<0.05). Pada pukul 2:00 pm kegiatan kembali ke tingkat awal, kecuali untuk aktivitas amilase total yang tetap tinggi sampai 9:00 (Gambar 3C). Tidak ada evolusi signifikan baik aktivitas enzim tercatat setelah pemberian pakan kedua (3:00 pm).
Udang yang diberi pakan dengan probiotik, kegiatan kedua enzim bervariasi dengan cara yang sama seperti untuk udang kontrol, dengan peningkatan aktivitas enzim setelah pemberian pakan pertama. Namun, perbedaan yang diamati
untuk udang yang diberi perlakuan dibandingkan dengan kontrol: (i) pukul 7:00 (sebelum diberi pakan pertama), aktivitas total dan spesifik dari trypsin dan α amylase yang secara signifikan lebih tinggi, (ii) pukul 10.00 WIB, munculnya aktivitas tripsin keseluruhan secara signifikan lebih tinggi (Gambar 3A), (iii) tingkat aktivitas kedua enzim kembali ke nilai awal pukul 12:00 bukan pukul  02:00 seperti yang dicatat untuk udang kontrol, (iv) aktivitas spesifik tripsin direkam 14:00-9:00 tetap pada tingkat lebih tinggi (P<0.05) pada perlakuan probiotik (Gambar 3B).
Tabel 3.
Gambar 3.

3.3.       Flora Mikroba pada saluran pencernaan L. stylirostris
3.3.1. Probiotik
P. acidilactici tidak  terdeteksi pada udang dari keramba C. Dalam keramba P, ada perbedaan yang signifikan untuk konsentrasi probiotik tercatat dalam usus sebelum dan sesudah makan (Tabel 4). Sebelum udang diberi pakan pagi, P. acidilactici biasanya tidak terdeteksi, namun ditemukan berturut-turut pada tiga kesempatan (minggu 5, 7 dan 8) dengan konsentrasi mendekati 102 CFU g-1. Dua jam setelah diberi pakan, konsentrasi P. acidilactici mencapai nilai rata-rata dari 1,3 × 104 CFU g-1 seluruh penelitian (Tabel 4). Selanjutnya Konsentrasi probiotik dalam usus udang menurun mencapai nilai sekitar 2,3 × 103 6 jam pasca makan (Tabel 5).
Tabel 4 dan 5.

3.3.2. Penomoran bakteri
Untuk perlakuan kontrol, hasil sampling mingguan tidak menunjukkan
pengaruh yang signifikan dari makanan pada bakteri heterotrofik total dan V
ibrio dihitung dalam saluran pencernaan (Tabel 6). Jumlah bakteri sedikit meningkat selama minggu pertama penelitian hingga mencapai tingkat tinggi dan
stabil sesudahnya (Gambar 4), sedangkan vibrio, pada TCBS meningkat secara dramatis pada minggu ke 5 (P<0.001) tetap tinggi sampai akhir.
Hasil pengambilan sampel lebih dari 1 hari ditunjukkan pada Gambar. 5: jumlah bakteri  heterotrofik dan vibrio meningkat secara eksponensial dari pukul 7:00 pagi sampai 7:00 malam dan menurun setelahnya. Peningkatan signifikan  secara statistik, dari 2,8 × 107 CFU g-1 ke 5,8 × 108 CFU g-1 untuk total bakteri  heterotrofik dari 1,5 × 106 ke 1,8 × 107 CFU g-1 untuk vibrio. Pada hari yang sama, suhu meningkat dari 21,5 ° C pukul 7:00 am hingga 25 ° C pada pukul   4:00.
Gambar 4.
Untuk perlakuan probiotik, total bakteri heterotrofik dan vibrio
dihitung dalam saluran pencernaan mengikuti tren yang sama dengan perlakuan kontrol (Gambar 4 dan 5). Namun, perbedaan berikut ini dicatat: (i) pengambilan sampel mingguan menunjukkan bahwa 2 jam setelah makan , jumlah bakteri secara signifikan menurun dengan perlakuan probiotik pada kedua MA (P<0.05) dan TCBS (P<0.001) media (Gambar 4) bahkan jika variasi tersebut tidak seragam selama beberapa minggu, (ii) tindak lanjut lebih dari sehari menunjukkan bahwa penurunan yang sama terjadi setelah makan pada perlakuan yang  dilengkapi dengan probiotik dan efek ini berlangsung lebih lama setelah pemberian pakan kedua (Gbr. 5).
Hitungan pada MAG tidak memungkinkan jumlah yang relevan dari koloni  V. nigripulchritudo dalam usus yang akan terdeteksi setiap saat di pengenceran (data tidak ditampilkan). Koloni yang terdeteksi sangat sedikit pada satu piring dari pengenceran pertama (10-1) pada minggu pertama dan minggu keempat, tanpa memperhatikan perbedaan antara perlakuan.

3.4.       Perhitungan V. Nigripulchritudo dalam haemolymph
Haemocultures pada MAG untuk prevalensi V. nigripulchritudo dan beban, pada udang yang dibesarkan di tambak, yang ditunjukkan pada Gambar. 6.  Tingkat prevalensi awal penelitian tinggi dan menurun sepanjang penelitian untuk mencapai nilai nul pada minggu ke 10 (Gambar 6A). Penurunan ini sangat berhubungan dengan suhu air (Tabel 7). V.nigripulchritudo meningkat secara drastis pada minggu 2 dan kemudian menurun menjadi kurang dari 20 CFU per udang yang terinfeksi selama minggu berikutnya (Gambar 6C). Tren yang sama pada prevalensi dan beban diamati untuk udang yang dipelihara dalam keramba C (Gambar 6B dan D). Dibandingkan dengan keramba C, keramba P memiliki Prevalensi lebih rendah pada minggu ke 2, 3, 4, 8 dan 10 dan beban yang lebih rendah pada minggu ke 2 dan 5 (Gambar 6B dan D). Untuk udang yang diberi perlakuan probiotik, prevalensi maximum dari minggu ke 2 penelitian sampai akhir, tidak melebihi 53%. Selain itu, pola prevalensi udang yang diberi perlakuan
probiotik tidak berkorelasi dengan penurunan suhu seperti yang diamati untuk  perlakuan kontrol (Gambar 6B dan Tabel 7). Pada akhirnya jumlah V.  nigripulchritudo dalam keramba P tidak meningkat pada minggu 2 dari penelitian, sebagaimana yang diamati untuk udang yang dipelihara dalam keramba C.
4.             Pembahasan
4.1.       Pemeliharaan di keramba jaring apung
Penelitian sebelumnya (Chim et al., 2007) menunjukkan bahwa KJA adalah alat yang baik untuk budidaya udang di tambak (mengapa?), sehingga sepenuhnya udang yang dipelihara mencapai ukuran komersial, hasil zootechnical dengan range standar
untuk pembudidaya di Kaledonia Baru (GFA, 2006).
Dalam penelitian ini, keuntungan utama adalah memungkinkan udang
yang akan dibesarkan di lingkungan yang sama, sehingga perbedaan antara perlakuan dapat disebabkan oleh pengaruh probiotik . Keuntungan lain adalah peningkatan power statistik melalui peningkatan jumlah ulangan dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan secara langsung di tambak tersebut
(Chim et al., 2007).



4.2.       Pengaruh probiotik terhadap kelangsungan Hidup, FCR dan nutrisi
Tingkat kelangsungan hidup yang rendah diperoleh pada tambak  A dan B ada pada kesepakatan sebelumnya dari hasil budidaya, dan dapat berkorelasi untuk Sindrom musim panas (pengaruh musim terhadap SR udang) (Goarant et al., 2006). septikemia vibriosis pertama kali diidentifikasi pada tahun 1997 di tambak udang ini dan tingkat kelangsungan hidup akhir yang diperoleh bervariasi 22% dan 38%, tergantung pada tahun (Lemonnier et al., 2006).
Hasil pemeliharaan pada KJA tanpa menggunakan probiotik memberikan hasil yang sama, dengan tingkat kelangsungan hidup 31,1 ± 1,5 dan 37,8 ± 19 untuk setiap tambak  A dan B. Meningkatnya kurva mortalitas , selama 2 minggu pertama setelah udang ditebar ke keramba, sejajar dengan kurva beban V.  nigripulchritudo di haemolymf dari udang selama periode yang sama (tingkat mortalitas pada udang putih akibat vibriosis). Prevalensi tampaknya juga sangat terkait dengan kurva kematian, dengan sedikit bergeser sebelumnya dilaporkan oleh Goarant et al. (2006). penulis menyarankan adanya fase latency untuk penyakit ini (pengertian fase latency). Peneliti juga menemukan korelasi (r = 0,86,  P<0.001) antara prevalensi V. nigripulchritudo dan penurunan suhu untuk udang kontrol di keramba  dan  pemeliharaan  secara langsung di tambak. Hasil ini menunjukkan bahwa pentingnya suhu air untuk penyakit ini (mekanisme berperannya suhu terhadap vibriosis). Menurut pengamatan bahwa pengobatan dengan probiotik P. acidilactici secara signifikan meningkatkan kelangsungan hidup udang di tambak A (+7%) dan tambak B (+15%). Menariknya, data ini juga mengatakan penurunan prevalensi V. nigripulchritudo dan tingkat beban pada udang dengan pemberian probiotik dalam 2 minggu pertama penelitian (mekanisme P. acidilactici dalam mengurangi prevalensi), di mana variabel-variabel mencapai nilai maksimum untuk perlakuan kontrol. Hasil penelitian ini menjelaskan pengaruh langsung atau tidak langsung dari jenis  probiotik terkait pada mikrobiota udang dengan mekanisme tertentu atau tidak spesifik, yang pada gilirannya dapat membatasi pengaruh dari beberapa jenis patogen.
Pemberian probiotik juga meningkatkan biomassa akhir (P = 0,09) dan secara signifikan mengurangi FCR (mekanisme probiotik dalam mengurangi FCR). Pada  penelitian in situ aplikasi LAB pada spesies akuatik, dan lebih khusus pada spesies udang, pendapat menjelaskan pengaruh relatif yang tidak sesuai. Venkat et al. (2004) menunjukkan bahwa jenis L. acidophilus dan L. sporogenes meningkat secara signifikan pada pertumbuhan PL Macrobrachium rosenbergii. Namun, kelangsungan hidup tidak terpengaruh dalam kasus ini. Para penulis yang sama mengamati kembali pengaruh LAB terhadap gram negatif terhadap  flora yang ada dalam air tawar dari usus udang (LAB pada usus udang). Pengaruh  positif dari probiotik terdapat FCR juga sudah ditunjukkan pada larva Penaeus indicus yang diberi makan L. plantarum (Uma et al.,  1999).
Hepatopankreas dianggap sebagai organ tempat penyimpanan utama pada udang, terutama mengumpulkan lipid (Luvizotto-Santos et al, 2003.). Dalam program penelitian ini menunjukkan pada hewan sub-dewasa (berat >10 g), yang memiliki diet dan kebiasaan makan yang berbeda dibandingkan juvenil (Nunes dan Parsons, 2000). Nilai hepatosomatic indeks (HSI) secara signifikan lebih tinggi pada udang yang diberi perlakuan probiotik (pengertian HSI). Kecenderungan yang sama diamati untuk hepatopankreas berat  kering, yang kemudian secara signifikan (P<0.05) lebih tinggi pada udang yang menerima probiotik 2 minggu masa pemeliharaan. Mensesuaikan berat kering sangat sederhana dan indikator  spesifik pada hati cadangan (data tidak dipublikasikan). Berat hepatopankreas kering bervariasi disesuaikan dengan variasi kandungan kadar lemak (Sánchez-Paz et al., 2007). Beberapa hipotesis dapat menjelaskan probiotik pada hati cadangan. Status penyimpanan pada saat tertentu adalah keseimbangan yang dihasilkan dari pengendapan makanan bergizi dalam hepatopankreas dan pemanfaatannya untuk kebutuhan energetik dan biosintesis hewan. Dalam hal ini, probiotik bisa memiliki
penyesuaian baik proses penyimpanan makanan bergizi, atau penggunaannya, atau keduanya secara bersamaan. Hasil tambahan pada aktivitas trypsin dan α amilase dalam kelenjar pencernaan menunjukkan bahwa aktivitas enzim secara signifikan meningkat setelah pemberian pakan pertama (8:00 am). Namun, fenomena ini tidak jelas setelah pemberian pakan kedua (3:00 pm)
(aktivitas trypsin dan α amylase). Penelitian  dilakukan terhadap Penaeus kerathurus dan Palaemon squilla menunjukkan bahwa baik aktivitas amilase dan aktivitas tripsin dipengaruhi oleh pemberian pakan dan oleh ritme sirkadian (Van Wormhoudt et al, 1972;. Trellu dan Ceccaldi, 1977). Untuk contoh, Van Wormhoudt et  al. (1972) menunjukkan kenaikan berturut-turut secara signifikan pada kedua aktivitas trypsin dan  amilase  pukul 10:00 pagi dan 10:00 malam secara independen. Jadi munculnya aktivitas enzim setelah pemberian pakan pertama dalam penelitian ini dapat terjadi akibat kombinasi faktor, seperti ritme sirkadian (pengertian ritme sirkadian), tidak makan pada malam hari (15 jam), dan sebelum pemberian pakan. adanya kenaikan yang sama dalam aktivitas enzim setelah pemberian pakan kedua dapat dijelaskan baik oleh pengaruh interaksi
dari asupan makanan atau oleh siklus nictemeral dan oleh periode intermeal harian (7 jam). 
Administrasi probiotik pada  aktivitas enzim melalui kelenjar pencernaan pada kedua tingkat: (i) total tinggi dasar dan aktivitas spesifik α amylase
dan trypsin (hewan tidak makan selama 16 jam), (ii) puncak postprandial lebih pendek pada aktivitas enzim setelah pemberian pakan pagi sementara aktivitas total tripsin meningkat
(pengertian puncak postprandial). Hasil tersebut sulit untuk dibandingkan dengan literatur, yang memberikan sedikit informasi tentang kinetika aktivitas enzim pencernaan mengikuti pola makan dalam kondisi pemeliharaan ditambak. Pada topik ini, kita dapat mengutip karya Muhlia-Almazan dan García-Carreño (2002), yang mengikuti aktivitas enzim dalam pencernaan Penaeus vannamei atas dasar tahap molting dan durasi kelaparan. Dalam penelitian ini, peneliti tidak menentukan apakah modulasi aktivitas enzim diamati dalam perlakuan probiotik karena pengaruh langsung dari jenis atau tidak benpengaruh secara langsung. Karena bakteri gram positif mengeluarkan berbagai enzim exo (pengertian enzim exo), sulit untuk membedakan aktivitas karena enzim disintesis oleh udang dari kegiatan kemudian enzim disintesis oleh bakteri. Namun, total aktivitas  tripsin dan amilase lebih tinggi dari udang yang diberi perlakuan diukur sebelum diberi pakan  sedangkan konsentrasi P. Acidilactici adalah putativeli mendekati 0. Hal ini menunjukkan bahwa enzim eksogen diproduksi oleh akun probiont hanya sebagian kecil dari total aktivitas enzim. Ada kemungkinan bahwa beberapa probiotik merangsang enzim endogen yang diproduksi oleh udang. Konsumsi makanan dianggap oleh Head dan Conover (1983) menjadi faktor utama yang mempengaruhi sekresi enzim pada
copepods. Oleh karena itu hasil tersebut juga dapat menjadi konsekuensi dari
stimulasi asupan pakan oleh perlakuan probiotik.
hipotesis ini masih harus diselidiki lebih lanjut. Peneliti  berasumsi bahwa pemberian probiotik mungkin telah menyebabkan peningkatan pencernaan dan meningkatkan penyerapan makanan, yang pada gilirannya memberikan kontribusi untuk meningkatkan penyerapan hati pada kelenjar pencernaan dan konversi pakan  (FCR) yang diamati pada L. Stylirostris.

4.3.       Probiotik dalam saluran pencernaan
Hal ini umumnya diterima bahwa bakteri laktat secara alami muncul dalam saluran pencernaan ikan (Ringo dan Gatesoupe, 1998). Namun, kebanyakan penelitian tentang mikroflora usus udang dan umum krustasea, tidak menjelaskan adanya bakteri laktat dalam saluran pencernaanya (Dempsey et al, 1989;. Harris, 1993; Oxley dan Shipton, 2002; Venkat et al, 2004.). Cai et al. (1999) menyatakan bahwa ada tiga spesies bakteri dalam usus udang air tawar M.rosenbergii yaitu  Lactococcus garvieae, P. acidilactici, dan Enterococcus faecium. Dalam penelitian ini, jumlah bakteri pada MRS (media spesifik untuk LAB) dalam usus udang kontrol tidak menunjukkan adanya bakteri asam laktat selama penelitian. Hanya jenis probiotik (koloni berwarna putih-abu dan putih kekuningan, berbentuk bulat dengan permukaan halus, diameter antara 1 dan 2,5 mm) telah dicatat sebagai bakteri asam laktat dalam usus udang yang pakannya mengandung probiotik. Hal ini menunjukkan bahwa strain bertahan pada saluran pencernaan udang, yang  merupakan fitur terpenting, karena aktivitas probiotik sering dihubungkan untuk menduga kemampuan pada strain dalam saluran pencernaannya (Panigrahi et al., 2005). Hasil penelitian sebelumnya dalam tangki air jernih menunjukkan bahwa P.acidilactici diaplikasikan pada konsentrasi mendekati 107 CFU g-1 dari pakan diambil sekitar 5 × 104 CFU g-1 dari usus segar (data tidak dipublikasikan). Pada saat mempelajari konsentrasi rata-rata 1,3 × 104 CFU g-1 tercatat 2 jam setelah pemberian pakan. Semakin rendah konsentrasi yang diambil dalam penelitian ini dapat dijelaskan oleh tersedianya pakan alami dalam keramba yang memberikan kontribusi terhadap seluruh udang dan melarutkan probiotik yang terdapat dalam pakan pellet. Pada dasarnya, kosentrasi  probiotik dalam usus dicatat dalam penelitian ini berada dalam kisaran yang sama seperti yang terdapat pada probiotik lain yang digunakan untuk aplikasi udang. Rengpipat et al. (2000) menunjukkan bahwa pada Penaeus monodon, konsentrasi probiotik Bacillus S11 mencapai tingkat 106 CFU g-1 dari usus bila diberikan dalam pakan dengan dosis berkisar antara 1,39 1010 dan 4,69 1010 CFU g-1. Baru-baru ini, Ziaei-Nejad et al. (2006) menyatakan bahwa Bacillus komersial mencapai konsentrasi berkisar antara 104 dan 105 CFU g-1 dari saluran pencernaan ketika diterapkan dalam air dengan 107 CFU ml-1. Mengenai bakteri asam laktat, beberapa contoh penggunaan sebagai probiotik yang terdapat pada udang dan jumlah jenis probiotik dalam saluran pencernaan hewan belum tercatat secara sistematis  (Venkat et al., 2004). Dalam penelitian ini , konsentrasi P. acidilactici 2 jam setelah pemberian pakan seluruhnya mencapai tingkat penelitian. Konsentrasi probiotik tetap diatas 5 × 103 CFU g-1 4 jam setelah pemberian pakan, dan kemudian menurun secara bertahap  mencapai nilai  sekitar 2 × 103 CFU g-1 setelah 6 jam. Menunjukkan kecenderungan bahwa jenis probiotik harus bersifat sementara dan tidak mempengaruhi mukosa usus L. Stylirostris (mengapa?). Hasil ini menegaskan bahwa penelitian yang dilakukan pada ikan ditinjau oleh Ringo dan Gatesoupe (1998) yang menyatakan bahwa bakteri asam laktat dihasilkan melalui makanan umumnya tidak menganggu lendir usus dan hilang selama transit dalam beberapa hari setelah pakan dikosumsi. Hal ini telah dikonfirmasi oleh Aubin et al. (2005) yang menunjukkan bahwa jenis P. acidilactici yang sama hanya diambil pada konsentrasi rendah <102 CFU g-1 dalam usus rainbow trout tidak makan selama 20 jam. Para peneliti kemudian menyatakan bahwa probiotik adalah transient tanpa asosiasi mukosa .Usus pendek dan waktu transit pada udang (Dall, 1967) bisa menguraikan/menghilangkan probiotik lebih cepat dibandingkan dengan ikan. Selain itu, waktu transit pada usus udang dan khususnya dari L. stylirostris dipengaruhi oleh suhu air, karena waktu antara dua kali pemberian pakan (periode refrakter) berbanding terbalik dengan suhu (Chim et al., 2004). Ini menunjukan bahwa koloni P. acidilactici tercatat hingga 16 jam setelah pemberian pakan  yang terakhir, ketika suhu air tambak rendah (21 ° C) pada L. stylirostris preferendum termal (Wabete, 2005). Hasil ini menyatakan adanya hubungan antara kehadiran probiotik dalam saluran pencernaan dan kecepatan transit usus, berhubungan dengan suhu (mekanisme berperannya suhu terhadap kehadiran probiotik dalam saluran pencernaan dan kecepatan usus). Dalam prakteknya, menyarankan perlu menyediakan probiotik lebih sering untuk mengkompensasi eliminasi. Dua
distribusi pakan yang dibuat selama penelitian ini tidak memungkinkan probiotik
pada konsentrasi 104 CFU g-1 dari usus yang akan diambil lebih dari 40% dari waktu. Dengan kondisi tersebut, aksi probiotik mungkin bisa efektif hanya pada waktu konsentrasi optimal dalam saluran pencernaan. Penyelidikan lebih lanjut
di daerah ini akan diperlukan untuk menentukan program pengelolaan probiotik.

4.4.       Pengaruh probiotik yang berasosiasi pada mikroflora di saluran pencernaan L. Stylirostris
Hasil menunjukkan bahwa probiotik mempunyai pengaruh pada
mikroflora pada saluran pencernaan udang. pengaruhnya adalah salah satu konsentrasi bakteri yang lebih rendah, termasuk vibrio, dalam usus hewan, dan paling menonjol ketika tingkat P. acidilactici tercatat tertinggi dalam usus (2 sampai 4 jam setelah makan). Keterbatasan ini signifikan beban bakteri setelah pemberian  pakan probiotik, dibandingkan dengan kontrol, menunjukkan bahwa probiotik diuji memiliki sifat bakteriostatik vivo
(pengertian sifat bakteriostatik). Hasil ini konsisten dengan data sebelumnya (tidak dipublikasikan) yang menunjukkan berlaku vitro antagonis P. acidilactici galur MA 18/5 M terhadap beberapa bakteri Gram-positif dan Gram-negatif dan terutama terhadap beberapa strain patogen vibrio untuk L. stylirostris.
Hasil tindak lanjut lebih 1 hari dari pemeliharaan menjelaskan batasan significan pada beban bakteri setelah memberikan probiotik dan menunjukkan variasi dari efek selama periode waktu. Modulasi dari efek probiotik selama siang hari memberikan hubungan yang berbeda pada tingkat  P. acidilactici  yang terdapat dalam usus pada periode yang sama. Kinetika tersebut perlu dikonfirmasi dan penelitian diperpanjang sampai 24 jam serta diulang dengan penelitian tambahan, terutama pada pengaruh putativ dari probiotik frekuensi pemberian pakan.
Pengaruh antimikroba bakteri umumnya berasal dari subtansi yang direaleas sendiri atau asosiasi, antibiotik, bakteriosin, siderofor, lisosim, protease, hidrogen peroksida atau asam organik untuk menurunkan pH medium, amonia dan diacethyl. Hal ini menyatakan bahwa pengaruh primer yang diberikan oleh laboratorium pengurangan pH dan penghilangan karbohidrat (Daeshel,1989). menunjukkan bahwa pengaruh probiotik dari laboratorium  didasarkan pada produksi antibakteri dari metabolit beragam (Gildberg et al., 1997). Bakteriosin (pediocin) dihasilkan oleh beberapa jenis P. acidilactici (pengertian bakteriosin) (Bhunia et al., 1990, Cintas et al, 1995;. Mora et al, 2002). Oleh karena itu, hipotesis yang dapat diambil bahwa jenis Pediococcus menghasilkan zat-zat tersebut yang memodifikasi mikroflora usus udang. Namun, hipotesis ini adalah suatu temperamen, secara umum sepakat bahwa bakteriosin adalah peptida yang efektif terutama terhadap bakteri yang berkaitan dengan jenis produksi (Gatesoupe, 1999; Guerra dan Pastrana, 2003). Jenis P. acidilactici diuji serta diseleksi untuk kapasitas produksi dalam jumlah besar asam laktat. Asam laktat dan asetad dihasilkan dari fermentasi laktat dari LAB mampu mengasamkan bakteri interior yang mengarah ke penghilangan H + ion dari sel dan menyebabkan uncoupling dari pompa Na+-K+ (ATPase) (Goncalves et al, 1997). Ringø and Gatesoupe (1998) menyatakan bahwa bakteri mampu mengahsilkan fermentasi asam laktat dapat menghambat proliferasi mikroba yang menyebabkan pembusukan pada saluran pencernaan oragnisme akuatik, dengan demikian memberikan kontribusi untuk perbaikan kesehatan dari host. Selanjutnya, pelepasan asam laktat mengakibatkan modofikasi pH usus menjadi faktor lain yang memberikan efek pada mikrobanya. Vazquez et al (2005) menunjukkan, misalnya, asam laktat dan asetat bertanggung jawab atas efek dari sembilan bakteri asam laktat dari probiotik yang diuji untuk menghambat pengaruh terhadap empat patogen umum dari turbot.
Pada tahap pengetahuan ini, baik produksi bakteriosin atau pengasaman dengan asam laktat sesuai dengan hipotesis dan bisa menjelaskan aksi probiotik pada usus mikroflora. Namun, seperti yang ditegaskan oleh Aubin et al (2005) efek probiotik jenis ini bisa menjadi baik secara langsung, karena sifat bakteriostatik, atau tidak langsung, dengan merangsang usus mikrobiota. Selain itu aksi spesifik mekanisme pada aktivitas probiotik, baik pada hewan darat dan untuk aplikasi pada manusia, dari sifat yang sangat beragam dan efek tidak mungkin muncul dari mekanisme independen. Kombinasi A dari beberapa aksi mekanisme yang mungkin terlibat, yang membuat in vivo demonstrasi (Gatesoupe, 1999). Pada contoh ini, peneliti tidak bisa mengatakan pada tahap ini apakah tindakan yang diamati secara khusus diarahkan pada setiap komunitas  bakteri dan berkorelasi dengan efek yang diamati pada V. Nigripulchritudo di haemolymp tersebut. Penggunaan metode penargetan jenis bakteri tertentu (misalnya jenis patogen) atau memberikan gambaran perwakilan dari bakteri komunitas dalam usus dan haemolymp (TTGE atau DGGE) mungkin dapat membantu kemajuan lebih lanjut dalam penelitian ini (spesifitas dari TTGE atau DGGE).

5.             Kesimpulan
Dalam kondisi eksperimental probiotik P. acidilactici bertindak positif pada kelangsungan hidup dan FCR dari udang L. Stylirostris. Meskipun peneliti tidak dapat menjelaskan mekanisme yang terlibat, perlakuan probiotik membawa signifikan antagonistik terhadap aktivitas mikroflora dari saluran pencernaan dan menyebabkan pengurangan prevalensi dan beban V. Nigripulchritudo, yang telah terlibat dalam wabah yang serius di Kaledonia Baru. Dalam hal gizi, sub-dewasa L.stylirostris (>10 g) menunjukan penyimpanan pada hati lebih tinggi ketika pakan diberi probiotik, aktivitas enzim pencernaan meningkat pada perlakuan. Peneliti berasumsi bahwa hasil ini berkaitan dengan pemanfaatan pakan yang lebih baik pada hewan diberi diet probiotik.
Pada kondisi pakan, kosentrasi probiotik dalam usus ditemukan sangat bervariasi, menunjukkan peningkatan dan optimalisasi pada perlakuan dengan menyesuaikan probiotik frekuensi pemberian pakan. Bahwasanya, peneliti menganggap itu mungkin untuk memperkuat efek probiotik dengan meningkatkan waktu pada jenis probiotik dalam saluran pencernaan.
Penelitian kedepan pada topik ini perlu mengoptimalkan dosis probiotik dan frekuensi untuk aplikasi selama musim pertumbuhan udang. Peneliti juga akan melihat efek kualitatif dari jenis probiotik pada komunitas bakteri yang berhubungan dengan usus udang dan menyelidiki dampak fisiologis dan potensi dari perlakuan tersebut.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

About